Reportase Acara Yang Muda Yang Bersastra
Apa yang harus dilakukan penulis agar peran dalam ceritanya terkesan hidup?. Bagi seseorang yang baru belajar menulis tentu itu menjadi suatu persoalan.
Penulis Yudhi Herwibowo mempunyai kiat-kiatnya. “ Cari keunikan dari tokoh tersebut. Boleh keunikan sifat, lingkungan dan harus berani keluar dari “kotak” “ Jelasnya menjawab pertanyaan Mila, salah satu peserta di acara Yang Muda Yang Bersastra, Dialog Penulisan Kreatif Bersama Sastrawan Pawon, Kamis 28 Januari 2010 di Serambi Masjid Pesantren Al-Muayyad.
Acara yang digelar kerjasama IPMA (OSIS-nya Al-Muayyad) Dan Thariqat Sastra Sapu Jagad (TSSJ) itu menghadirkan para penulis dari Buletin Sastra Pawon, yaitu : Bandung Mawardi, Yudhi Herwibowo, Yunanto Sutyastomo, Fanny Chotimah Indah darmastuti dan Puitri Hatiningsih. Bertindak sebagai moderator, Miftah koordinator TSSJ yang juga kontributor Gradasi Biro Solo. Miftah membuka acara dengan membacakan biografi singkat narasumber. Sekitar 400-an peserta yang berasal dari siswa SMP, SMA dan MA Al-Muayyad tampak antusias. Apalagi sepanjang acara diselingi tanya jawab dan pembagian doorprize berupa majalah Gradasi, Buletin Pawon dan beberapa buku dari narasumber.
Sesi pertama mengulas penulisan kreatif puisi oleh Fanny Chotimah dan Puitri Hatiningsih. Fanny mengatakan menulis puisi bisa berawal dari pengalaman pribadi sedang Puitri menuturkan menulis puisi berdasar naluri yang bisa mengasah kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Di kesempatan ini Dini pembaca sajak “Perjalanan Embun” karya Fitriyani dan Yahya yang membaca sajak di Gradasi.
Ulfa bertanya tentang bagaimana cara membaca puisi yang baik. Ia mengaku punya bakat nulis tetapi tidak mempunyai motivasi.
“Kenali puisi, keluarkan perasaan karena setiap puisi mengandung pesan Motivasilah diri dengan banyak latihan”.Ungkap Putri
Di sesi cerpen Indah dan Yudhi yang mengampu. Indah mengajak peserta untuk banyak-banyak membaca. Ia mengibaratkan otak manusia seperti penampung air yang jika terus diisi(membaca) maka air akan tumpah sehingga membutuhkan wadah baru, yaitu berupa tulisan baru.
Dalam sesi ini peserta ada yang menanyakan bagaimana membuat ending yang menarik. Cara membuat tokoh dan peran hidup. Juga Rozak yang merasa begitu terbebani ketika membaca karya sastrawan yang bahasa sastranya terlalu kental.
“Kita memiliki masa atau tahapan dalam membaca maupun ,menulis. Mulailah membaca dan menulis sastra yang ringan-ringan. Itu bisa dijadikan proses awal menulis” Jawab Yudhi. Agar dalam menulis cerita tidak mati langkah Yudhi menyarankan seorang penulis harus mempunyai konsep dengan cara mebuat kerangka karangan.
Sebagai gong terakhir Bandung Mawardi mengurai tentang essai. Karena remaja tidak begitu paham dengan essai, bahkan peserta mengaku belum pernah membaca essai, Bandung mempunyai cara unik. Ia menyuruh peserta memikirkan benda apa yang paling dibenci dan bermasalah. Bandung ingin mengajak peserta untuk sadar akan masalah. Karena essai itu peka dengan masalah. Menurutnya orang yang yang tidak peduli dengan masalah di sekitar kita sama saja dengan merawat kebodohan hati..
Nirwan Kusuma, selaku ketua IPMA, menerangkan tujuan panitia mengadakan acara tersebut tak lain agar bibit-bibit penulis di Al-Muayyad berkembang.
“Ada teman kita seperti Ali Rosyad dan Fatimah Sundari yang sudah menulis dan tulisannya sudah berhasil dimuat media. Semoga setelah acara ini banyak teman-teman lain yang ikut nulis” paparnya. (Mivtha).